Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Jumat, 13 September 2013

Cerpen Remaja Islami

 
KETIKA HAMBA_MU JATUH CINTA

 
 Aku bukanlah seorang wanita yang pandai mengartikan teka-teki_Mu. Tapi bila memang ini benar maka biarkanlah aku menjaganya.
Kulangkahkan kaki ini menuju dirinya. Kutahan kan perasaan tak tentu ini dalam aral melintang di depanku. Kumantapkan hati ini dalam keluh kesah tuk berucap “Minal aidzin walfaizin, Mas”. Kataku lembut tak memandangnya. Mukaku memerah tak kala ada kecenderungan dalam diriku tuk menghindarinya. Semua pepohonan masih beku tanpa reaksi memandangi tingkahku yang tak mereka  mengeri. Sesaat aku terdiam kagum melihat jarak telapak tanganku yang hanya satu jengkal dengan tangannya. Haram baginya bersalaman dengan seorang wanita. Mungkin, Begitu pemahamannya. Aku maklumi semua itu.
 
“De Uswah sekarang sekolah dimana?” ucapannya lirih agak malu denganku. “Anu, apa itu SMA 7 Mas Zhain.” Jawabku terpatah-patah padanya. Dalam ketidaktentuan perasaan ini aku memilih pergi meninggalkannya dengan menutupi semua bahasa kalbuku. “Mas, Uswah buat minum dulu di belakang. Permisi !” kataku asal saja. “De’Uswah nggak usah repot-repot Mas juga mau pamit dulu. Wassalam….” Katanya berlalu meninggalkanku.
Hidupku serasa berwarna-warni mengenalnya tak dapat kupungkiri bahwa semua itu salah. Mengenalnya waktu itu adalah anugrah terindah dalam hidupku. “Bukankah aku tidak salah mengenalnya?” ucapku polos pada-Mu.
***
Suara takbir tidak terdengar lagi seperti gemuruh suara takbir yang begitu merdu membuatku luluh tadi malam. Tapi kau pasti mendengar itu, Subhanallah ! Begitu merdunya amat lembut mengundang. Membuat semua orang tersanjung suara Muadzin itu, terlebih aku. “Gerangan suara siapa toh bu itu?” Tanyaku menaruh penasaran .”Lah, ibu ya ndak tau,” jawabnya. Terundang aku dihampirinya. Aku melangkah ringan menuju surau kecil di kampungku. Perlahan langkahku tertahan mengenali suara merdu itu. Aku semakin terpana.
 
Kuletakkan mukena dan sajadahku dibalik pembatas tirai putih. Saat aku bergegas melangkah berwudhu, Muadzin itu tepat dibelakangku tersenyum. “Udah lama De….”katanya mengagetkanku. ”Belum,, Suara Mas Zhain merdu sekali,” kataku polos. Lagi-lagi dia hanya tersenyum memamerkan lesung pipitnya merespon pujianku. Tingkahku tak karuan saat itu. Aku berpaling menuju dalam surau kutenangkan fikiranku menunggu iqomah. Kumohon pada-Nya agar haluan hatiku labil saat melihatnya. Tak lupa beribu-ribu doa kupanjatkan.
***
Libur lebaran telah berlalu, hiruk pikuk arus balik mudik mulai memenuhi jalur-jalur jalan raya bagaikan ribuan pasukan semut menyebar mencari butiran gula. Dan dalam suasana pagi nun sejuk mentaripun masih malu-malu menyapa di ufuk timur sana. Ada rona bahagia, malu dan ah tak dapat digambarkan. Serangkaian bunga edelweiss menyambutnya mewakiliku. Kutundukan kepalaku. “Ada perlu apa Mas Zhain tumben pagi benar kemari?” ucapku kaku. “Oh, ini orang tua Mas ngadain syukuran dirumah. Kalau berkenan De Uswah dan keluarga diharapkan hadir,”jawabnya. “Oh, pasti. Pasti kami sekeluarga hadir, “kataku yakin.
 
Mas Zhain adalah anak tunggal guru ngaji kami di kampung Waringan. Keluarganya begitu ramah,sopan dan begitu menjunjung tinggi agama dan akhlaknya. Makanya tak heran bila orang-orang di kampung waringin begitu menghormatinya. Mas Zhain tumbuh menjadi pria yang begitu shaleh,kepribadian dan bahkan menjadi idaman wanita di kampung waringin. Setamatnya dari SMP dulu dia terpanggil sendiri untuk mendalami ilmu agamanya disalah satu pondok di Jawa Timur. Baginya menuntut ilmu boleh dimana saja yang penting dengan tujuan mencari ridha Allah SWT , begitu ungkapnya. Sekarang beliau tengah kuliah di salah satu Universitas Negeri jurusan Teknik Kimia di Jakarta.
 
“Bu, Uswah cocok ndak pake baju ini?” tanyaku sambil berlenggang di depan kaca. “Apa ndak terlalu berlebihan toh, ndok?’ jawabnya mengecilkan hatiku. “Ndak lah Bu,” Jawabku cuek. Berkali-kali kubenarkan kerudung merah jambuku di depan kaca. Kukaitkan ujungnya ke belakang dengan bross putih kesayanganku.
 
Dalam mendung langit esok , aku tersipu menghadap-Mu. Berilah hamba-Mu ketenangan. Ku lama aku menunggu disitu. Namun tak ku dapat bayangan dirinya. “Mungkin sibuk” batinku. Kulirik lagi di setiap sudut rumahnya. Nihil tak membuah hasil. Satu jam lebih acara berlalu, suasana menjadi lengan saat sang guru ngaji kami di kampung Waringin, yyang ku maksud Ayah Mas Zhain member sambutan.
 
“ Kami sangat berbahagia dan turut berterima kasih atas kehadiran Bapak, Ibu, saudara, saudari dan yang telah memberikan kesempatan bagi putra akmi Mohamad Zhain untuk dapat menuntut ilmu di negeri orang. Untuk itu kami mohon doa dan restu Bapak, Ibu, saudara, saudari sekaliyan agarputra kami selalu dalam lindunganya-Nya dalam menuntut ilmu nanti. Dan semoga Ridha-Nya selalu menyertainya. Amin.” begitu sambutanya.
 
Saat itu mas Zhain datang menghampiri kami semua. Dua koper dan satu tas kecil mengiringinya di belakang. Ku lihat dia bersujud di depan orang tuanya, memohon doa restu. Dia berjalan teriring doa dan bersalaman dengan semua tamu undanganya, kecuali kami kaum hawa yang bukan muhrimnya. Dia hanya menyatukan kedua telapak tanganya lalu diacungkan sopan kepada kami. Taksi blue bird telah menantinya di ujjung sana. Bersamaan dengan itu hatiku tak rela melepasnya. Tapi apa dayaku? Apa hak aku disitu. Aku hanyalah salah satu tamu undangan yang diharapkan doanya. Hatiku berkecamuk. Sebenarnya apa landasan tingkahku selama ini. Cinta? Aku pun tak tahu bagaimana pengertianya. Kupandangi langkahnya dalam menuju jalan-Mu. Dan mutiara mata ini menetes tak kupedulikan. Tak lebih 8m jarakku denganya. Dia melihatku. Benar-benar melihatku.
 
“Ya rabbi, lindungilah ia. Jagalah dia. Tunjukanlah dia jalan yang benar-benar lurus kepada Mu. Ridhailah tujuan yang baik itu. Dan bila memang benar ini yang Engkau maksud dengan cinta. Maka jagalah perasaan ini dan simpanlah cinta ini rapat-rapat dalam sanubari. Sungguh hanya Engkaulah yang tahu. Dan biarkanlah dia merasakanya sendiri kelak, kalau aku benar-benar ingin memillikinya,” doaku mengiringi kepergiannya dulu. Dia hanya tersenyum mengangguk sembari tahu isi hatiku sambil berlalu meninggalkan kami semua.
 
Thanks for your coming...

Sabtu, 07 September 2013

Berdayakanlah Apa yang kita miliki...

Biarpun tidak punya, biarpun belum bisa memiliki jangan pernah serahkan diri anda untuk di hina, merasa direndahkan....
Suatu saat nanti mereka yang memandang kita sebelah mata kita, mereka akan tahu bahwa kita bisa menjadi yang lebih baik dari mereka...
Ada yang bilang begini, "Jangan pernah mengeluhkan apa-apa yang tidak kita miliki tapi berdayakanlah apa saja yang kita miliki"
Believe it,
Make your dreams come true...
(hehehe, lg latian english.. salah maklum yah)


Pancasila di Era Reformasi



index.jpg
PANCASILA DI ERA REFORMASI
A. LAHIRNYA REFORMASI
Telah kita ketahui bersama bahwa pelaksanaan UUD 1945 dan pancasila pada masa orde lama dan orde baru telah terjadi deviasi oleh oknum-oknum penyelenggara pemerintah, sehingga mendorong terjadinya reformasi oleh mahasiswa dan tokoh-tokoh bangsa. Mereka menggangap bahwa Negara kita telah dilanda krisis, baik krisis dibidang ekonomi, politik , maupun kepemimpinan. Reformasi lahir dengan tujuan untuk memperbaiki krisis yang berkepanjangan, serta menata ke rah yang lebih baik.

B. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KETATANEGARAAN
Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan mengandung arti bahwa pancasila sebagai dasar Negara menjadi kerangka berpikir dalam melaksankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai dasar negara, Pancasila tercantum di dalam alinea IV pembukaan UUD 1945 yang merupakan landasan yuridis konstitusional dan dapat disebut sebagai ideologi Negara. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tata negara adalah seperangkat prinsip dasar yang mencakup peraturan susunan pemerintah, bentuk negara dan sebagainya yang menjadi dasar peraturan suatu negara. Ketatanegaraan adalah segala sesuatu mengenai tata negara. Menurut hukumnya, tata negara adalah suatu kekuasaan sentral yang mengatur kehidupan bernegara yang menyangkut sifat, bentuk, tugas negara dan pemerintahannya serta hak dan kewajiban para warga terhadap pemerintah atau sebaliknya

C. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA DI BIDANG POLITIK.
Pancasila sebagai paradigma dalam bidang politik  memiliki penertian bahwa dalam melaksanakan kehidupan politik itu harus didasarkan pada pancasila. Pancasila berfungsi sebagai landasan dan sekaligus tujuan dalam kehidupan politik bangsa Indonesia. Hal ini tampak dalam keberhasilan bangsa Indonesia menjabarkannya menjadi program-program dan aturan-aturan permainan dalam proses mewujudkan dan mengembangkan jati diri bangsa sebagai sistem politik Demokrasi Pancasila.
D. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA DIBIDANG EKONOMI
Pancasila sebagai paradigma di bidang ekonomi,yaitu mengandung pengertian bagaimana falsafah itu diimplementasikan secara riil atau dengan kata lain dalam pelaksanaan ekonomi di Indonesia harus sesuai dengan sila-sila yang ada pada pancasila. Kebijaksanaan yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa, dalam kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan penguasa.

E. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA DI BIDANG ILMU PENGETAHUAN
Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat reformasi, dinamis dan terbuka. Pancasila sebagai paradigma dalam bidang ilmu pengetahuan ,bahwa pemanfaatan dan pengembangan ilmu pengetahuan tidak boleh bertentangan dengan pancasila juga mendukung dalam mewujudkan nilai-nilai pancasila.

PENERAPAN PANCASILA DI ERA REFORMASI

Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Apalagi manakala dikaji perkembangannya secara konstitusional terakhir ini dihadapkan pada situasi yang tidak kondusif sehingga kridibilitasnya menjadi diragukan, diperdebatkan, baik dalam wacana politis maupun akademis.

Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945), Pancasila telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang naiknya sejarah bangsa Indonesia (Koento Wibisono, 2001) memberikan tahapan perkembangan Pancasila sebagai dasar negara dalam tiga tahap yaitu :

(1) tahap 1945 – 1968 sebagai tahap politis

(2) tahap 1969 – 1994 sebagai tahap pembangunan ekonomi, dan

(3) tahap 1995 – 2020 sebagai tahap repositioning Pancasila.

Penahapan ini memang tampak berbeda lazimnya para pakar hukum ketatanegaraan melakukan penahapan perkembangan Pancasila Dasar Negara yaitu :

(1) 1945 – 1949 masa Undang-Undang Dasar 1945 yang pertama ;

 (2) 1949 – 1950 masa konstitusi RIS ;

(3) 1950 – 1959 masa UUDS 1950 ;

(4) 1959 – 1965 masa orde lama ;

(5) 1966 – 1998 masa orde baru dan

(6) 1998 – sekarang masa reformasi.

Hal ini patut dipahami, karena adanya perbedaan pendekatan, yaitu dari segi politik dan dari segi hukum.

Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan elan vitalnya. Sebab utamannya sudah umum kita ketahui, karena rejim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter.
Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari kedirian bangsa ini, Pancasila harus tetap sebagai ideologi kebangsaan. Pancasila harus tetap menjadi dasar dari penuntasan persoalan kebangsaan yang kompleks seperti globalisasi yang selalu mendikte, krisis ekonomi yang belum terlihat penyelesaiannya, dinamika politik lokal yang berpotensi disintegrasi, dan segregasi sosial dan konflik komunalisme yang masih rawan. Kelihatannya, yang diperlukan dalam konteks era reformasi adalah pendekatan-pendekatan yang lebih konseptual, komprehensif, konsisten, integratif, sederhana dan relevan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Di era reformasi ini ada gejala Pancasila ikut “terdeskreditkan” sebagai bagian dari pengalaman masa lalu yang buruk. Sebagai suatu konsepsi politik Pancasila pernah dipakai sebagai legitimasi ideologis dalam membenarkan negara Orde Baru dengan segala sepak terjangnya. Sungguh suatu ironi sampai muncul kesan di masa lalu bahwa mengkritik pemerintahan Orde Baru dianggap “anti Pancasila“.
Jadi sulit untuk dielakkan jika ekarang ini muncul pendeskreditan atas Pancasila. Pancasila ikut disalahkan dan menjadi sebab kehancuran. Orang gamang untuk berbicara Pancasila dan merasa tidak perlu untuk membicarakannya. Bahkan bisa jadi orang yang berbicara Pancasila dianggap ingin kembali ke masa lalu. Anak muda menampakkan kealpaan bahkan phobia-nya apabila berhubungan dengan Pancasila. Salah satunya ditunjukkan dari pernyataan Ketua Umum Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Indonesia M Danial Nafis pada penutupan Kongres I GMPI di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin, 3 Maret 2008 bahwa kaum muda yang diharapkan menjadi penerus kepemimpinan bangsa ternyata abai dengan Pancasila. Pernyataan ini didasarkan pada hasil survey yang dilakukan oleh aktivis gerakan nasionalis tersebut pada 2006 bahwa sebanyak 80 persen
mahasiswa memilih syariah sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Sebanyak 15,5 persen responden memilih aliran sosialisme dengan berbagai varian sebagai acuan hidup dan hanya 4,5 persen responden yang masih memandang Pancasila tetap layak sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara.
Di sisi lain, rezim reformasi sekarang ini juga menampakkan diri untuk “malu-malu” terhadap Pancasila. Jika kita simak kebijakan yang dikeluarkan ataupun berbagai pernyataan dari pejabat negara, mereka tidak pernah lagi mengikutkan kata-kata Pancasila. Hal ini jauh berbeda dengan masa Orde Baru yang hampir setiap pernyataan pejabatnya menyertakan kata – kata Pancasila Menarik sekali pertanyaan yang dikemukakan Peter Lewuk yaitu apakah Rezim Reformasi ini masih memiliki konsistensi dan komitmen terhadap Pancasila? Dinyatakan bahwa Rezim Reformasi tampaknya ogah
dan alergi bicara tentang Pancasila. Mungkin Rezim Reformasi mempunyai cara sendiri mempraktikkan Pancasila. Rezim ini tidak ingin dinilai melakukan indoktrinasi Pancasila dan tidak ingin menjadi seperti dua rezim sebelumnya yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi kekuasaan. untuk melegitimasikan kelanggengan otoritarianisme Orde Lama dan otoritarianisme Orde Baru Saat ini orang mulai sedikit- demi sedikit membicarakan kembali Pancasila dan menjadikannya sebagai wacana publik. Beberapa istilah baru diperkenalkan untuk melihat kembali Pancasila. Kuntowijoyo memberikan
pemahaman baru yang dinamakan radikalisasi Pancasila
Sesungguhnya jika dikatakan bahwa rezim sekarang alergi terhadap Pancasila tidak sepenuhnya benar. Pernyataan tegas dari negara mengenai Pancasila menurut penulis dewasa ini adalah dikeluarkannya ketetapan MPR No XVIII/ MPR /1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No II / MPR / 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai dasar Negara. Pada pasal 1 Ketetapan tersebut dinyatakan bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Dokumen kenegaraan lainnya adalah Peraturan Presiden No 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. Salah satu kutipan dari dokumen tersebut menyatakan bahwa dalam rangka Strategi Penataan Kembali Indonesia, bangsa Indonesia ke depan perlu secara bersama-sama memastikan Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 tidak lagi diperdebatkan. Untuk memperkuat pernyataan ini, Presiden Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada salah satu bagian pidatonya yang bertajuk "Menata Kembali Kerangka Kehidupan Bernegara Berdasarkan Pancasila" dalam rangka 61 tahun hari lahir Pancasila meminta semua pihak untuk menghentikan perdebatan tentang Pancasila sebagai dasar negara, karena berdasarkan Tap MPR No XVIII /MPR/1998, telah menetapkan secara prinsip Pancasila sebagai dasar negara
Berdasar uraian di atas menunjukkan bahwa di era reformasi ini elemen masyarakat bangsa tetap menginginkan Pancasila meskipun dalam pemaknaan yang berbeda dari orde sebelumnya. Demikian pula negara atau rezim yang berkuasa tetap menempatkan Pancasila dalam bangunan negara Indonesia. Selanjutnya juga keinginan menjalankan Pancasila ini dalam praktek kehidupan bernegara atau lazim dinyatakan dengan istilah melaksanakan Pancasila. Justru dengan demikian memunculkan masalah yang menarik yaitu bagaimana melaksanakan Pancasila itu dalam kehidupan bernegara ini.



                                                                                                                                Penulis
                                                               
                                                                                                                                Nurul ngaini