Sabtu, 31 Mei 2014
"ALQUR`AN ITU SESUNGGUHNYA OBAT DARI SEGALA PENYAKIT DAN SOLUSI SEGALA MASALAH"
Oleh : Ust. Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi Dan Von Edison Alouisci Bin.R.bany Dahlan bin H.Mansyur
Al-’Allamah Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu berkata pula dalam menjelaskan ayat ini:
“Al-Qur`an mengandung penyembuh dan rahmat. Dan ini tidak berlaku untuk semua orang, namun hanya bagi kaum mukminin yang membenarkan ayat-ayat-Nya dan berilmu dengannya. Adapun orang-orang dzalim yang tidak membenarkan dan tidak mengamalkannya, maka ayat- ayat tersebut tidaklah menambah baginya kecuali kerugian."
Karena, hujjah telah ditegakkan kepadanya dengan ayat-ayat itu.
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَلاَ يَزِيْدُ الظَّالِمِيْنَ إِلاَّ خَسَارًا
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur`an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian.” (QS. Al-Isra`: 82)
Sabtu, 05 April 2014
Ketika Hamba-Mu Jatuh Cinta
Bismillahirrohmanirrohim....
KETIKA
HAMBA_MU JATUH CINTA
Aku bukanlah seorang wanita yang pandai mengartikan
teka-teki_Mu. Tapi bila memang ini benar maka biarkanlah aku menjaganya.
Kulangkahkan kaki ini menuju dirinya. Kutahan kan
perasaan tak tentu ini dalam aral melintang di depanku. Kumantapkan hati ini
dalam keluh kesah tuk berucap “Minal aidzin walfaizin, Mas”. Kataku lembut tak
memandangnya. Mukaku memerah tak kala ada kecenderungan dalam diriku tuk
menghindarinya. Semua pepohonan masih beku tanpa reaksi memandangi tingkahku
yang tak mereka mengerti. Sesaat aku
terdiam kagum melihat jarak telapak tanganku yang hanya satu jengkal dengan
tangannya. Haram baginya bersalaman dengan seorang akhwat. Mungkin, Begitu
pemahamannya. Aku maklumi semua itu.
“De Uswah sekarang sekolah dimana?” ucapannya lirih
agak malu denganku. “Anu, apa itu SMA 7 Mas Zhain.” Jawabku terpatah-patah
padanya. Dalam ketidaktentuan perasaan ini aku memilih pergi meninggalkannya
dengan menutupi semua bahasa kalbuku. “Mas, Uswah buat minum dulu di belakang.
Permisi !” kataku asal saja. “De’Uswah nggak usah repot-repot Mas juga mau
pamit dulu. Wassalam….” Katanya berlalu meninggalkanku.
Hidupku serasa berwarna-warni mengenalnya tak dapat
kupungkiri bahwa semua itu salah. Mengenalnya waktu itu adalah anugrah terindah
dalam hidupku. “Bukankah aku tidak salah mengenalnya?” ucapku polos pada-Mu.
***
Suara takbir tidak terdengar lagi seperti gemuruh
suara takbir yang begitu merdu membuatku luluh tadi malam. Tapi kau pasti
mendengar itu, Subhanallah ! Begitu merdunya amat lembut mengundang. Membuat
semua orang tersanjung suara Muadzin itu, terlebih aku. “Gerangan suara siapa
toh bu itu?” Tanyaku menaruh penasaran .”Lah, ibu ya ndak tau,” jawabnya.
Terundang aku dihampirinya. Aku melangkah ringan menuju surau kecil di
kampungku. Perlahan langkahku tertahan mengenali suara merdu itu. Aku semakin
terpana.
Kuletakkan mukena dan sajadahku dibalik pembatas tirai
putih. Saat aku bergegas melangkah berwudhu, Muadzin itu tepat dibelakangku
tersenyum. Kampungku belu mengenal manajemen ikhwan akhwat yang baik dalam
hijab berwudhu jadi saat itu tempat berwudhu masih satu tempat tanpa ada
pembatas. “Udah lama De….”katanya
mengagetkanku. ”Belum,, Suara Mas Zhain merdu sekali,” kataku polos. Lagi-lagi
dia hanya tersenyum memamerkan lesung pipitnya merespon pujianku. Tingkahku tak
karuan saat itu. Aku berpaling menuju dalam surau kutenangkan fikiranku
menunggu iqomah. Kumohon pada-Nya agar haluan hatiku labil saat melihatnya. Tak
lupa beribu-ribu doa kupanjatkan.
***
Libur lebaran telah berlalu, hiruk pikuk arus balik
mudik mulai memenuhi jalur-jalur jalan raya bagaikan ribuan pasukan semut
menyebar mencari butiran gula. Dan dalam suasana pagi nun sejuk mentaripun
masih malu-malu menyapa di ufuk timur sana. Ada rona bahagia, malu dan ah tak
dapat digambarkan. Serangkaian bunga edelweiss menyambutnya mewakiliku.
Kutundukan kepalaku. “Ada perlu apa Mas Zhain tumben pagi benar kemari?” ucapku
kaku. “Oh, ini orang tua Mas ngadain syukuran dirumah. Kalau berkenan De Uswah
dan keluarga diharapkan hadir,”jawabnya. “Oh, pasti. Pasti kami sekeluarga
hadir, “kataku yakin.
Mas Zhain adalah anak tunggal guru ngaji kami di
kampung Waringin. Keluarganya begitu ramah,sopan dan begitu menjunjung tinggi
agama dan akhlaknya. Makanya tak heran bila orang-orang di kampung waringin
begitu menghormatinya. Mas Zhain tumbuh menjadi ikhwan yang begitu shaleh, kepribadian
dan bahkan menjadi idaman wanita di kampung Waringin. Setamatnya dari SMP dulu
dia terpanggil sendiri untuk mendalami ilmu agamanya disalah satu pondok di
Jawa Timur. Baginya menuntut ilmu boleh dimana saja yang penting dengan tujuan
mencari ridha Allah SWT , begitu ungkapnya. Sekarang beliau tengah kuliah di
salah satu Universitas Negeri jurusan Teknik Kimia di Bandung.
“Bu, Uswah cocok ndak pake baju ini?” tanyaku sambil
berlenggang di depan kaca. “Apa ndak terlalu berlebihan toh, ndok?’ jawabnya
mengecilkan hatiku. “Ndak lah Bu,” Jawabku cuek. Berkali-kali kubenarkan
kerudung merah jambuku di depan kaca. Kukaitkan ujungnya ke belakang dengan
bross putih kesayanganku.
***
Dalam mendung langit esok , aku tersipu malu menghadap-Mu.
Berilah hamba-Mu ketenangan. Lama ku menunggu disitu. Namun tak ku dapat
bayangan dirinya. “Mungkin sibuk” batinku. Kulirik lagi di setiap sudut
rumahnya. Nihil tak membuah hasil. Satu jam lebih acara berlalu, suasana
menjadi lengang saat sang guru ngaji kami di kampung Waringin, yang ku maksud
Ayah Mas Zhain memberi sambutan.
“ Kami
sangat berbahagia dan turut berterima kasih atas kehadiran Bapak, Ibu, saudara,
saudari dan yang telah memberikan kesempatan memberi
doa restu bagi putra kami Mohamad
Zhain untuk dapat menuntut ilmu di negeri orang. Untuk itu kami mohon doa dan
restu Bapak, Ibu, saudara, saudari sekaliyan agar putra kami selalu dalam
lindunganya-Nya dalam menuntut ilmu nanti. Dan semoga Ridha-Nya selalu
menyertainya. Aamiin.” begitu sambutanya.
Saat itu mas Zhain datang menghampiri kami semua. Dua
koper dan satu tas kecil mengiringinya di belakang. Ku lihat dia bersujud di
depan orang tuanya, memohon doa restu. Dia berjalan teriring doa dan bersalaman
dengan semua tamu undanganya, kecuali kami kaum hawa yang bukan mahromnya. Dia
hanya menyatukan kedua telapak tanganya lalu diacungkan sopan kepada kami.
Taksi blue bird telah menantinya di ujung sana. Bersamaan dengan itu hatiku tak
rela melepasnya. Tapi apa dayaku? Apa hak aku disitu. Aku hanyalah salah satu
tamu undangan yang diharapkan doa restunya. Hatiku berkecamuk. Ada yang
menggelora. Ingin menahan dan berteriak tapi rasa ini beku. Sebenarnya apa
landasan tingkahku selama ini. Cinta? Aku pun tak tahu bagaimana pengertianya.
Kupandangi langkahnya dalam menuju jalan-Mu. Dan mutiara mata ini menetes tak
kupedulikan. Tak lebih 8m jarakku denganya. Dia melihatku. Benar-benar
melihatku.
“Ya Rabbi,
lindungilah ia. Jagalah dia. Tunjukanlah dia jalan yang benar-benar lurus
kepada-Mu. Ridhailah tujuan yang baik itu. Dan bila memang benar ini yang
Engkau maksud dengan cinta. Maka jagalah perasaan ini dan simpanlah rasa ini rapat-rapat dalam sanubari. Sungguh hanya
Engkaulah yang tahu. Dan biarkanlah dia merasakanya sendiri kelak, kalau aku
benar-benar ingin memillikinya atas seizin-Mu,” doaku
mengiringi kepergiannya dulu.
Dia hanya tersenyum mengangguk sembari tahu isi hatiku
sambil berlalu meninggalkan kami semua.
Kebumen, 22 Maret 2012
(Nurul
Ngaini Dihardjo)
Minggu, 05 Januari 2014
Puisi Cinta Banyolan
Dear Engkau Pendampingku,
Kita tahu
kita percaya
bahwa rasa itu tumbuh sekian lama
dan bernaung di dalam hati
menunggu detik agar mewujudkanya
menjadi kata, kalimat, lalu suara
kita percaya
bahwa rasa itu tumbuh sekian lama
dan bernaung di dalam hati
menunggu detik agar mewujudkanya
menjadi kata, kalimat, lalu suara
Aku tak peduli
bila ruang harus menyekat cinta
dan aku mencoba menyeru kepada detik
agar temukan kita di ujung hari
bila ruang harus menyekat cinta
dan aku mencoba menyeru kepada detik
agar temukan kita di ujung hari
Aku tidak peduli meski dibulan tak berbulan sekalipun
ruang masih saja menyekat cinta
dan aku masih saja mencoba menyeru kepada detik
agar temukan kita di serambi taman surga
ruang masih saja menyekat cinta
dan aku masih saja mencoba menyeru kepada detik
agar temukan kita di serambi taman surga